Khitan
dr. Asep Hermana
A. SEJARAH KHITAN
Sulit untuk menemukan bukti-bukti penelitian masa lalu tentang kapan dan bagaimana khitan. Bukti sejarah yang paling terkenal adalah dari suku Aborigin Australia, yang telah mempraktikkan bedah kelamin sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Sebuah gambar yang tertera pada sebuah batu nisan seorang Mesir merupakan salah satu bukti tertua yang menggambarkan khitan telah ada sejak jaman dahulu kala. Batu nisan tersebut terletak di kota Saqqara, Tepi Barat sungai Nil, di seberang Memphis, karya dari seorang jenius, arsitek dan fisikawan Imhotep.
Saqqara memang benar-benar sangat purba, dibangun suatu ketika pada sekitar 1.400 tahun sebelum Masehi, selama Wangsa kelima dari Kerajaan Mesir Kuno. Di sana, terpahat pada dinding-dinding makam keluarga istana Ankhmahor, orang bisa menyaksikan pahatan-pahatan dewa-dewa ibis dan kepala-kepala srigala, manusia, singa, kobra, dan benda-benda magis. Tapi di tengah-tengah pahatan yang memang sudah begitu lazim ini, pada pintu masuk terpampang sebuah relief yang sangat terawat mengenai para pendeta kuil yang tengah mengkhitan dua anak laki-laki bangsawan.
Pada pahatan tersebut, gambaran kedua anak muda maupun para pendeta ini dijelaskan dengan gaya-gaya yang khas. Penggambaran semacam ini akan dengan segera ditangkap mata orang modern sebagai gambaran khayal. tapi suasana berdarah yang digambarkannya memang cukup nyata. Pada adegan pertama, ada seorang asisten yang berdiri di belakang salah seorang anak muda itu, menjepit tangan sang pemuda dan menariknya ke belakang sementara sang pendeta melakukan operasi dengan menggunakan pisau batu.
Dalam nisan tersebut terpahat kata-kata yang artinya “Tahan dia dan jangan biarkan dia meronta-ronta”. Adegan kedua, sang anak laki-laki yang telah dikhitan mendesak pendeta untuk memijat sisa khitannya, pendeta yang mengkhitan menjawab, “Aku akan menyembuhkannya.” Apakah dilakukan kepada anak-anak atau orang dewasa, khitan tetap saja menyakitkan. Ritual Mesir ini semestinya menunjukkan adanya suatu peluang bagi seorang anak muda menjelang dewasa untuk membuktikan kekuatan fisiknya dalam menahan rasa sakit.
Pada saat menjelaskan mengenai peristiwa khitanan massal pada abad keduapuluh tiga sebelum masehi, seorang Mesir bernama Uha mengumumkan bahwa dia dan rekan-rekannya mampu menghadapinya dengan sangat tenang. “Ketika aku dikhitan bersama-sama dengan seratus duapuluh orang lainnya,” katanya “tidak ada seorang pun yang meronta dan tidak ada seorang pun yang mencakar-cakar.” Pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa memang ada upacara lainnya yang mendapatkan perlawanan keras.
Meskipun secara sejarah memang akurat, jika kita mengatakan bahwa bangsa Israel kuno mewarisi tradisi khitan dari Mesir akan sangat terlalu menyederhanakan hubungan yang pelik antara dia kebudayaan. Pada abad ketiga belas sebelum masehi, zaman Ramses II, khitan memang telah lazim dilakukan di Mesir selama beribu-ribu tahun lamanya. Tradisi ini pun pastinya diketahui oleh Musa yang memimpin kaumnya meloloskan diri dari Mesir dan mulai menegakkan unsur-unsur hukum, ritual dan pemerintahan baru yang menjadi inti dari bangsa Yahudi. Dalam sejarahnya, di dalam paradigma keagamaan Musa inilah praktik khitan muncul sebagai ciri khas dari agama Yahudi.
Dalam Islam, khitan sebetulnya suatu ajaran yang sudah ada dalam syariat Nabi Ibrahim AS. Dalam kitab Mughni Al Muhtaj dikatakan bahwa laki-laki yang pertama melakukan khitan adalah Nabi Ibrahim AS. Di dalam hadist Bukhori Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, an-Nisa'I, Ibnu Majah dan Ahmad yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Nabi Ibrahim berkhitan dalam usia 80 tahun dengan memakai beliung/kapak.
Kemudian Nabi Ibrahim mengkhitan anaknya Nabi Ishaq AS pada hari ketujuh setelah kelahirannya dan mengkhitan Nabi Ismail AS pada saat aqil baligh. Tradisi khitan ini diteruskan sampai pada masa Nabi Muhammad SAW. Mengenai khitan Nabi Muhammad SAW para ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa sesungguhnya Jibril mengkhitan Nabi Muhammad SAW pada saat membersihkan hatinya, dan pendapat kedua menyatakan bahwa yang mengkhitan Nabi Muhammad adalah kakek beliau, yakni Abdul Muthalib yang mengkhitan Nabi Muhammad pada hari ketujuh kelahirannya dengan berkorban dan memberi nama Muhammad.
Perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim AS ini merupakan ajaran yang harus dilaksanakan umatnya juga oleh kita sebagai umat nabi Muhammad SAW, Allah berfirman: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu [ Muhammad ] ikutilah agama Ibrahim yang hanif……” [ An-Nahl : 123 ] Kemudian Nabi mengkhitankan cucunya Hasan dan Husain pada hari kelahirannya. Dalam hadist yang diriwayatkan al-Hakim dari ‘Aisyah r.a. bahwa Nabi Muhammad SAW mengkhitan Hasan dan Husain pada hari ketujuh setelah kelahirannya. Pada hari tersebut banyak acara yang dilakukan antara lain aqiqah, mencukur rambut, memberi nama anak.
Khitan bagi laki-laki diperintahkan pada agama Islam dan Yahudi. Islam sendiri lebih mengenal istilah khitan, yang prakteknya menurut hukum Islam berlaku bagi laki-laki dan perempuan, meski untuk yang terakhir ini masih diperdebatkan. Buku Ensiklopedi Hukum Islam, editor Abdul Azis Dahlan et al., Jakarta, 1997, Vol 3 pada sub bab Khitan menerangkan bahwa khitan berasal dari akar kata arab khatana-yakhtanu-khatnan yang berarti memotong. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut khafd. Namun keduanya lazim disebut khitan.
Selain di negara-negara Islam khitan juga dipraktekkan di negara lain. Sebanyak 80% bayi di Amerika Serikat dikhitan, dan setiap tahun sekitar 1,2 juta bayi laki-laki di sana dikhitan. Di Kanada, 48% dari laki-laki dikhitan. Sebaliknya, kebiasaan khitan tidak banyak dikenal di Eropa, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Menurut literatur AMA (American Medical Association, Asosiasi Kesehatan Amerika) tahun 1999, orang tua di AS memilih untuk melakukan khitan pada anaknya terutama disebabkan alasan sosial atau budaya dibandingkan karena alasan kesehatan. Akan tetapi, survey tahun 2001 menunjukkan bahwa 23,5% orang tua melakukannya dengan alasan kesehatan. Di Filipina hampir semua laki-laki dikhitan, sedangkan di Kanada angkanya bervariasi mulai dari 13,9 - 48 persen di tiap wilayah. Meski begitu masih banyak negara di Eropa, Amerika Latin dan Amerika Selatan yang tidak mengenal khitan.
B. DEFINISI KHITAN
Ada beberapa arti dari kata khitan, Ibnu Faris berpendapat bahwa khitan berasal dari kata khatn (bahasa Arab), yang artinya memotong, arti lain adalah khatan, yaitu jalinan persalinan. Dalam Kitab Nailul Author, khitan diartikan memotong kulit yang menutupi kepala penis. Menurut cendikiawan muslim Nurdeen Deuraseh khitan didefinisikan “the removal of the foreskin or loose sleeve of skin covering the end of the penis so as to permanently expose the glans (or knob)”. Bagi perempuan ada yang mengistilahkan khifadh. Makna asli bahasa Arab dari khitan adalah memotong sebagian dari kulit kemaluan laki-laki atau perempuan. Bagian yang dipotong dinamakan quluf, yaitu bagian ujung dari kulit kemaluan.
Secara medis khitan adalah memotong prepusium, yaitu kulit yang menutupi glans penis (kepala penis). Dalam prosesnya khitan) adalah tindakan pembuangan dari sebagian kulup penis dengan tujuan menjalankan syari’at Islam ataupun indikasi medis. Khitan disebut juga sirkumsisi yang berarti sayatan melinngkar,yang diidentikan pada pemotongan prepusium yang melingkar terhadap batang penis. Dengan demikian, jelas bahwa khitan dilakukan pada laki-laki tanpa ada batasan waktu.
Dalam Journal of Men’s Studies yang terbit di Amerika Serikat disebutkan bahwa khitan atau khitan atau sirkumsisi (Inggris: circumcision) adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis alias kulup yang telah dilakukan sejak jaman prasejarah, dilihat dari gambar-gambar di gua yang berasal dari zaman batu dan makam Mesir purba. Secara terminologi pengertian khitan dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Menurut Imam al-Mawardi, ulama fikih Mahzab Syafi’i, khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung zakar, sehingga menjadi terbuka. Sedangkan khitan bagi perempuan adalah membuang bagian dalam faraj yaitu kelentit atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan.
C. HUKUM KHITAN
Dari berbagai pendapat para ulama dan beberapa hadis dan ayat Al-Qur’an di atas, Dr. Saad Almarshafi bertarjih bahwa khitan itu hukumnya wajib bagi laki-laki dan khitan bagi perempuan. Menurut Mazhab Hanafi hukum khitan bagi laki-laki adalah khitan, demikian juga menurut Mazhab Maliki walaupun sebagian dari pengikut Mazhab Maliki berpendapat bahwa khitan bagi laki-laki hukumnya wajib. Menurut Mazhab Syafi’i, khitan bagi laki-laki hukumnya wajib. Pendapat ini mendapat banyak dukungan dari mayoritas ulama.
Imam Nawawi mengatakan bahwa pendapat inilah yang sah dan masyhur. Mazhab Syafi’i ini sama dengan Mazhab Hambali yang mengatakan bahwa khitan itu hukumnya wajib bagi laki-laki. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah disebutkan bahwa: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Fitrah itu ada lima yaitu khitan, mencukur bulu di sekitar kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak”. [ HR Bukhori-Muslim ]. Abu Hurairah juga mengatakan Rasulullah saw bersabda, "Barang siapa masuk Islam, hendaklah ia berkhitan walaupun sudah dewasa.
Dalam fikih Islam, hukum khitan dibedakan antara untuk lelaki dan perempuan. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum khitan baik untuk lelaki maupun perempuan. Menurut jumhur (mayoritas ulama), hukum khitan bagi lelaki adalah wajib. Para pendukung pendapat ini adalah imam Syafi'i, Ahmad, dan sebagian pengikut imam Malik. Imam Hanafi mengatakan khitan wajib tetapi tidak fardlu. Menurut riwayat populer dari imam Malik beliau mengatakan khitan hukumnya sunnah. Begitu juga riwayat dari imam Hanafi dan Hasan al- Basri mengatakan sunnah. Namun bagi imam Malik, sunnah kalau ditinggalkan berdosa, karena menurut madzhab Maliki sunnah adalah antara fadlu dan nadb. Ibnu abi Musa dari ulama Hanbali juga mengatakan sunnah muakkadah.
Adapun dalil-dalil yang dijadikan landasan para ulama yang mengatakan khitab wajib adalah:
1. Dari Abu Hurairah Rasulullah s.a.w. bersabda bahwa nabi Ibrahim melaksanakan khitan ketika berumur 80 tahun, beliau khitan dengan menggunakan kapak. (H.R. Bukhari). Nabi Ibrahim melaksanakannya ketika diperintahkan untuk khitan padahal beliau sudah berumur 80 tahun. Ini menunjukkan betapa kuatnya perintah khitan.
2. Kulit yang di depan alat kelamin terkena najis ketika kencing, kalau tidak dikhitan maka sama dengan orang yang menyentuh najis di badannya sehingga sholatnya tidak sah. Sholat adalah ibadah wajib, segala sesuatu yang menjadi prasyarat sholat hukumnya wajib.
3. Hadist riwayat Abu Dawud dan Ahmad, Rasulullah s.a.w. berkata kepada Kulaib: "Buanglah rambut kekafiran dan berkhitanlah". Perintah Rasulullah s.a.w. menunjukkan kewajiban.
4. Diperbolehkan membuka aurat pada saat khitan, padahal membuka aurat sesuatu yang dilarang. Ini menujukkan bahwa khitab wajib, karena tidak diperbolehkan sesuatu yang dilarang kecuali untuk sesuatu yang sangat kuat hukumnya.
D. KHITAN PEREMPUAN
Hukum khitan bagi perempuan telah menjadi perbincangan para ulama. Sebagian mengatakan itu sunnah dan sebagian mengatakan itu suatu keutamaan saja dan tidak ada yang mengatakan wajib. Perbedaan pendapat para ulama seputar hukum khitan bagi perempuan tersebut disebabkan riwayat hadist seputar khitan perempuan yang masih dipermasalahkan kekuatannya. Tidak ada hadist sahih yang menjelaskan hukum khitan perempuan. Ibnu Mundzir mengatakan bahwa tidak ada hadist yang bisa dijadikan rujukan dalam masalah khitan perempuan dan tidak ada sunnah yang bisa dijadikan landasan. Semua hadist yang meriwayatkan khitan perempuan mempunyai sanad dlaif atau lemah.
Hadist paling populer tentang khitan perempuan adalah hadist Ummi 'Atiyah r.a., Rasulllah bersabda kepadanya:"Wahai Umi Atiyah, berkhitanlah dan jangan berlebihan, sesungguhnya khitan lebih baik bagi perempuan dan lebih menyenangkan bagi suaminya". Hadist ini diriwayatkan oleh Baihaqi, Hakim dari Dhahhak bin Qais. Abu Dawud juga meriwayatkan hadist serupa namun semua riwayatnya dlaif dan tidak ada yang kuat. Abu Dawud sendiri konon meriwayatkan hadist ini untuk menunjukkan kedlaifannya. Demikian dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Talkhisul Khabir.
Mengingat tidak ada hadist yang kuat tentang khitan perempuan ini, Ibnu Hajar meriwayatkan bahwa sebagian ulama Syafi'iyah dan riwayat dari imam Ahmad mengatakan bahwa tidak ada anjuran khitan bagi perempuan. Sebagian ulama mengatakan bahwa perempuan Timur (kawasan semenanjung Arab) dianjurkan khitan, sedangkan perempuan Barat dari kawasan Afrika tidak diwajibkan khitan karena tidak mempunyai kulit yang perlu dipotong yang sering mengganggu atau menyebabkan kekurang nyamanan perempuan itu sendiri.
Imam Mawardi mengatakan bahwa khitan pada perempuan yang dipotong adalah kulit yang berada di atas vagina perempuan yang berbentuk mirip cengger ayam. Yang dianjurkan adalah memotong sebagian kulit tersebut bukan menghilangkannya secara keseluruhan. Imam Nawawi juga menjelaskan hal yang sama bahwa khitan pada perempuan adalah memotong bagian bawah kulit lebih yang ada di atas vagina perempuan. Namun pada penerapannya banyak kesalahan dilakukan oleh umat Islam dalam melaksanakan khitan perempuan, yaitu dengan berlebih-lebihan dalam memotong bagian alat vital perempuan.
Dr. Muhammad bin Lutfi Al-Sabbag dalam bukunya tentang khitan bahwa kesalahan fatal dalam melaksanakan khitan perempuan banyak terjadi di masyarakat muslim Sudan dan Indonesia. Kesalahan tersebut berupa pemotongan tidak hanya kulit bagian atas alat vital perempuan, tapi juga memotong hingga semua daging yang menonjol pada alat vital perempuan, termasuk clitoris sehingga yang tersisa hanya saluran air kencing dan saluran rahim. Khitan model ini di masyarakat Arab dikenal dengan sebutan "Khitan Fir'aun". Beberapa kajian medis membuktikan bahwa khitan seperti ini bisa menimbulkan dampak negatif bagi perempuan baik secara kesehatan maupun psikologis, seperti menyebabkan perempuan tidak stabil dan mengurangi gairah seksualnya. Bahkan sebagian ahli medis menyatakan bahwa khitan model ini juga bisa menyebabkan berbagai pernyakit kelamin pada perempuan.
Seandainya hadist tentang khitan perempuan di atas sahih, maka di situ pun Rasulullah s.a.w. melarang berlebih-lebihan dalam menghitan anak perempuan. Larangan dari Rasulullah s.a.w. secara hukum bisa mengindikasikan keharaman tindakan tersebut. Apalagi bila terbukti bahwa berlebihan atau kesalahan dalam melaksanakan khitan perempuan bisa menimbulkan dampak negatif, maka bisa dipastikan keharaman tindakan tersebut.
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas beberapa kalangan ulama kontemporer menyatakan bahwa apabila tidak bisa terjamin pelaksanaan khitan perempuan secara benar, terutama bila itu dilakukan terhadap anak perempuan yang masih bayi, yang pada umumnya sulit untuk bisa melaksanakan khitan perempuan dengan tidak berlebihan, maka sebaiknya tidak melakukan khitan perempuan.
E. MANFAAT KESEHATAN
Para ahli kedokteran mengungkapkan bahwa khitan mempunyai faedah bagi kesehatan karena membuang anggota tubuh yang yang menjadi tempat persembunyian kotoran, virus, najis dan bau yang tidak sedap. Air kencing mengandung semua unsur tersebut. Ketika keluar melewati kulit yang menutupi alat kelamin, maka endapan kotoran sebagian tertahan oleh kulit tersebut dan semakin lama endapan tersebut semakin banyak.
Dapat dibayangkan berapa lama seseorang melakukan kencing dalam sehari dan berapa banyak endapan yang disimpan oleh kulit penutup kelamin dalam setahun. Oleh karenanya beberapa penelitian medis membuktikan bahwa penderita penyakit kelamin lebih banyak dari kalangan yang tidak dikhitan. Begitu juga penderita penyakit berbahaya AIDS, kanker alat kelamin dan bahkan kanker rahim juga lebih banyak diderita oleh pasangan yang tidak dikhitan. Ini juga yang menjadi salah satu alasan non muslim di Eropa dan Amerika Serikat melakukan khitan.
Khitan dapat menghindari timbulnya berbagai penyakit diantaranay, fimosis, parafimosis, kandidiasis, serta tumor ganas dan pra-ganas pada daerah alat kelamin laki-laki. Para ahli di American Academy of Pediatric sejak 1975 menyatakan, secara medis, tidak ada keharusan bagi bayi laki-laki yang baru lahir untuk berkhitan, kecuali bila ada indikasi khusus seperti menderita fimosis atau jika bayi berusia di bawah lima tahun menderita infeksi saluran kemih. Pria yang dikhitan terbukti jarang sekali tertular infeksi yang menular melalui hubungan seksual dibanding mereka yang belum dikhitan.
Dalam jurnal Pediatrics terbitan November 2006, khitan bisa mengurangi resiko tertular dan menyebarkan infeksi sampai sekitar 50 persen, yang menyarankan manfaat besar mengenai khitan bagi bayi yang baru lahir. Studi saat ini hanya satu dari sekian studi untuk mengupas lebih jauh tentang topik kontroversial ini. Meskipun berbagai studi mendapati bahwa khitan bisa mengurangi tingkat HIV, sipilis, dan borok pada alat kelamin, hasil tersebut bercampur dengan penyakit lain yang menular melalui hubungan intim.
Data yang dikumpulkan Christchurch Health and Development Study, yang mencakup kelompok kelahiran anak dari Selandia Baru, menggambarkan bahwa sebanyak 356 anak laki yang tak dikhitan memiliki resiko 2,66 kali serangan infeksi yang menular melalui hubungan seks dibandingkan dengan 154 anak laki yang dikhitan. Selain itu, sebagian besar resiko yang berkurang tersebut tak berubah setelah diperhitungkannya faktor pemicu yang potensial, seperti jumlah pasangan seks dan hubungan seks tanpa pelindung.
Para ilmuwan itu memperkirakan bahwa kalau saja khitan rutin pada bayi yang baru dilahirkan telah dilembagakan, angka infeksi yang menular melalui hubungan seks dalam kelompok saat ini tersebut mungkin telah berkurang setidaknya 48 persen. Analisis tersebut memperlihatkan manfaat khitan dalam mengurangi resiko infeksi yang menyerang melalui hubungan seks mungkin sangat banyak. Masalah kesehatan masyarakat yang diangkat dalam temuan ini jelas melibatkan pertimbangan manfaat jangka panjang bagi khitan rutin pada bayi yang baru dilahirkan dalam mengurangi resiko infeksi di dalam masyarakat, berbanding perkiraan biaya prosedur tersebut.
Data WHO diakhir tahun 2007 menyebutkan diperkirakan ada 665 juta laki-laki, atau 30% laki-laki di seluruh dunia, yang telah dikhitan. Khitan terbukti menurunkan risiko infeksi saluran kemih. Penelitian menunjukkan, 7 sampai 14 per 1.000 bayi yang tidak dikhitan mengalami infeksi saluran kemih. Majalah Kedokteran yang terbaik di dunia, New England Journal Medicine, melaporkan hasil penelitian pada 1913 pasangan studi kasus terkontrol yang terkait dengan kanker leher rahim yang berasal dari lima Negara dan hasilnya sebagai infeksi HPV pada penis ditemukan pada 166 orang dari 847 laki-laki yang tidak dikhitan (19,6%). Hanya 5% infeksi HPV pada laki-laki yang dikhitan (16 dari 292 laki-laki yang dikhitan). Infeksi HPV merupakan salah satu penyebab terjadinya kanker leher rahim, dengan khitan akan menurunkan risiko kanker leher rahim pada pasangan karena menurunkan risiko infeksi HPV pada penis.
HIV( Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian dapat menimbulkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia setelah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Penyebaran HIV/AIDS di dunia yang semakin mengkhawatirkan mendesak WHO dan Sekretariat UNAIDS (Joint United Nations Programme on HIV/AIDS) atau Program HIV/AIDS Bersama PBB, untuk mempertemukan para ahli internasional dalam sebuah konsultasi untuk menentukan apakah khitan laki-laki sebaiknya dianjurkan bagi upaya pencegahan penyakit yang paling menakutkan ini.
Konsultasi internasional diadakan di Montreux, Switzerland, selama 3 hari, 6-8 Maret kemarin dan dihadiri oleh para pemangku kepentingan dari berbagai sektor, termasuk pemerintahan, masyarakat sipil, peneliti, aktivis hak asasi manusia dan kesehatan perempuan, orang muda, lembaga donor, dan para mitra pelaksana. Kesimpulan penting dari konsultasi internasional itu merekomendasikan khitan laki-laki sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS. Hal ini didasarkan pada bukti kuat dari tiga ujicoba terkendali secara acak yang dilakukan di Kisumu, Kenya; Distrik Rakai, Uganda (dibiayai oleh lembaga kesehatan Amerika, US National Institutes of Health) dan Orange Farm, Afrika Selatan (dibiayai oleh French National Agency for Research on AIDS) bahwa khitan laki-laki mampu mengurangi risiko infeksi HIV melalui hubungan heteroseksual pada laki-laki sebesar 60%.
Diperkirakan ada 665 juta laki-laki, atau 30% laki-laki di seluruh dunia, yang telah dikhitan."Namun kita harus jelas: khitan laki-laki tidak memberikan perlindungan menyeluruh terhadap HIV. Laki-laki dan perempuan yang menganggap khitan laki-laki sebagai alat pencegahan HIV harus terus menggunakan berbagai bentuk perlindungan lain seperti kondom laki-laki dan perempuan, menunda debut seksual dan mengurangi jumlah pasangan seksual," kata Catherine Hankins, Associate Director, Bagian Kebijakan, Bukti dan Kemitraan di UNAIDS. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Sekretariat UNAIDS mengadakan pertemuan dengan para ahli internasional dalam sebuah konsultasi internasional yang diselenggarakan dari 6-8 Maret 2007 di Montreux, Swiss untuk menentukan apakah khitan laki-laki sebaiknya dianjurkan bagi upaya pencegahan infeksi HIV, sebagai tanggapan dari kebutuhan mendesak untuk mengurangi penyebaran infeksi HIV baru secara global.
Berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan, para ahli yang menghadiri konsultasi tersebut menganjurkan agar khitan laki-laki kini diakui sebagai suatu intervensi penting tambahan yang dapat mengurangi resiko penularan HIV lewat hubungan heteroseksual bagi laki-laki. Pada pertemuan tersebut dihadiri oleh para pemangku kepentingan dari berbagai sektor, termasuk pemerintahan, masyarakat sipil, peneliti, aktivis hak asasi manusia dan kesehatan perempuan, orang muda, lembaga donor dan para mitra pelaksana.
Dr. Kevin De Cock, Direktur, HIV/AIDS Department, Badan Kesehatan Dunia menyatakan bahwa rekomendasi ini merupakan langkah maju yang signifikan dalam upaya pencegahan HIV, negara-negara dengan tingkat infeksi HIV melalui hubungan heteroseksual yang tinggi dan yang memiliki tingkat khitan laki-laki yang rendah, kini memiliki alat intervensi tambahan yang dapat mengurangi risiko infeksi HIV pada laki-laki heteroseksual. Menggiatkan khitan laki-laki di negara-negara tersebut akan menghasilkan manfaat pada individu-individu. Namun dampak dari investasi seperti ini terhadap epidemi masih akan lama terlihatnya.
Kini telah ada bukti kuat dari tiga ujicoba terkendali secara acak yang dibiayai oleh US National Institutes of Health dan French National Agency for Research on AIDS. Penelitian dilakukan di Kisumu, Kenya, Uganda dan Afrika Selatan dan diambil kesimpulan bahwa khitan laki-laki mampu mengurangi risiko infeksi HIV melalui hubungan heteroseksual pada laki-laki sebesar 60%. Hal ini mendukung berbagai temuan dari penelitian-penelitian observasi yang juga menyiratkan bahwa hubungan geografis yang telah lama digambarkan antara prevalensi HIV yang lebih rendah dan tingkat khitan laki-laki yang lebih tinggi dalam beberapa negara di Afrika, dan baru-baru ini di tempat-tempat lain, paling tidak merupakan hubungan sebab-akibat.
Khitan laki-laki dipertimbangkan sebagai bagian dari upaya pencegahan penyebaran virus HIV yang merupakan bagian dari paket komprehensif pencegahan HIV, termasuk penyediaan pelayanan testing dan konseling HIV. Pengobatan untuk infeksi menular seksual; promosi praktik-praktik seks aman serta penyediaan kondom laki-laki dan perempuan dan promosi terhadap cara penggunaan kondom yang tepat dan konsisten.
Konseling bagi laki-laki dan pasangan seksual mereka sangatlah penting untuk mencegah timbulnya perasaan aman yang keliru dan melakukan perilaku berisiko tinggi sehingga menghambat perlindungan parsial yang didapat dari khitan laki-laki. Selain itu, penyediaan pelayanan khitan laki-laki dipandang sebagai kesempatan baik untuk membahas kebutuhan kesehatan seksual bagi laki-laki yang sering terlewatkan.
Catherine Hankins, Associate Director Bagian Kebijakan, Bukti dan Kemitraan di UNAIDS menyatakan bahwa khitan merupakan langkah pencegahan HIV tambahan yang signifikan untuk pengendalian AIDS, tetapi khitan laki-laki tidak memberikan perlindungan menyeluruh terhadap HIV. Laki-laki dan perempuan yang menganggap khitan laki-laki sebagai alat pencegahan HIV harus terus menggunakan berbagai bentuk perlindungan lain seperti kondom laki-laki dan perempuan, menunda debut seksual dan mengurangi jumlah pasangan seksual.
Untuk mengoptimalkan kesempatan yang diberikan dari khitan laki-laki dan memastikan keberlangsungan jangka panjang bagi pelayanan tersebut, khitan laki-laki, sebagaimana mungkin, perlu diintegrasikan dengan pelayanan lain. Risiko yang dihadapi dari khitan laki-laki secara umum rendah, namun dapat berakibat serius bila khitan dilakukan di tempat yang tidak higienis dan dilakukan oleh penyedia layanan yang tidak ahli, atau dengan peralatan yang tidak memadai.
Pelatihan dan sertifikasi bagi penyedia layanan, selain juga program-program monitoring dan evaluasi yang cermat, dibutuhkan bagi tempat-tempat yang menyediakan layanan khitan laki-laki, untuk memastikan bahwa tujuan dari khitan terpenuhi dan pelayanan berkualitas diberikan dengan aman dalam kondisi tersanitasi, dengan peralatan yang memadai dan dengan pelayanan konseling yang tepat.
Khitan laki-laki memiliki konotasi budaya yang kuat sehingga membutuhkan penyediaan layanan dengan cara yang sensitif secara budaya dan yang dapat meminimalisir stigma yang mungkin diasosiasikan dengan status khitan. Negara-negara sebaiknya memastikan bahwa khitan laki-laki disediakan dengan kepatuhan penuh terhadap etika medis dan prinsip-prinsip hak asasi manusia, termasuk persetujuan dengan informasi, kerahasiaan, dan tidak adanya paksaan.
Dampak kesehatan masyarakat yang signifikan mungkin akan terjadi begitu pelayanan khitan laki-laki pertama kali diberikan di tempat dimana penularan HIV melalui hubungan hetereseksual tingkatnya tinggi. Sehingga direkomendasikan bagi negara-negara dengan prevalensi tinggi dan epidemi umum HIV heteroseksual yang sekarang memiliki tingkat khitan laki-laki yang rendah untuk segera memutuskan adanya peningkatan terhadap akses pelayanan khitan laki-laki.
Manfaat lebih cepat bagi masyarakat akan tercapai bila kelompok usia yang paling tinggi berisiko terkena HIV dapat diprioritaskan, walaupun menyediakan pelayanan khitan laki-laki kepada kelompok usia yang lebih muda akan lebih memberi dampak jangka panjang bagi kesehatan masyarakat. Contoh-contoh yang ada menunjukkan bahwa khitan laki-laki di Afrika sub-Sahara dapat mencegah 5.7 juta kasus infeksi HIV baru dan 3 juta kematian dalam waktu 20 tahun.
Para ahli yang hadir dalam pertemuan menyetujui bahwa khitan laki-laki yang hemat biaya ini dapat diterima sebagai alat pencegahan HIV dan, bila dilihat dari kemungkinan manfaat kesehatan bagi masyarakat untuk memperluas pelayanan khitan laki-laki, negara-negara harus juga mempertimbangkan menyediakan pelayanan tersebut secara gratis, atau dengan harga termurah untuk pasien, seperti juga untuk pelayanan penting lainnya. Di negara-negara dimana epidemi HIV terkonsentrasi pada kelompok-kelompok populasi tertentu seperti pekerja seks, pengguna napza suntik atau laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, dampak kesehatan masyarakat dari promosi khitan kepada masyarakat umum akan terbatas. Namun mungkin tetap ada manfaat individu bagi laki-laki berisiko tinggi dari infeksi HIV melalui hubungan heteroseksual.
Selain cukup efektif untuk pencegahan HIV/AIDS, khitan ternyata memiliki banyak faedah lain. Hutchinson, pada 1855 melaporkan bahwa khitan mungkin sekali dapat mencegah seseorang tertular sifilis. Banyak penelitian kemudian membuktikan (evidence based medicine) bahwa khitan dapat mengurangi risiko kanker penis, infeksi saluran kemih, dan mencegah penularan berbagai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS dan juga mencegah penularan human papilloma virus
F. WAKTU KHITAN
Secara medis, tidak ada batasan umur berapa yang boleh dikhitan. Usia khitan pun dipengaruhi oleh adat istiadat setempat. Di Arab Saudi anak dikhitan pada usia 3 sampai 7 tahun,di Mesir antara 5 dan 6 tahun,di India antara 5 dan 9 tahun dan di Iran biasanya umur 4 tahun. Di Indonesia,misalnya Suku Jawa lazimnya mengkhitan anak di usia sekitar 15 tahun,sedangkan Suku Sunda biasanya mengkhitan anak di usia 3 – 5 tahun.
Dari pandangan Islam, waktu wajib khitan adalah pada saat balig, karena pada saat itulah wajib melaksanakan sholat. Tanpa khitan, sholat tidak sempurna sebab suci yang yang merupakan syarat sah sholat tidak bisa terpenuhi. Adapun waktu sunnah adalah sebelum balig. Sedangkan waktu ikhtiar (pilihan yang baik untuk dilaksanakan) adalah hari ketujuh seytelah lahir, atau 40 hari setelah kelahiran, atau juga dianjurkan pada umur 7 tahun. Qadli Husain mengatakan sebaiknya melakuan khitan pada umur 10 tahun karena pada saat itu anak mulai diperintahkan sholat.
Ibnu Mundzir mengatakan bahwa khitan pada umut 7 hari hukumnya makruh karena itu tradisi Yahudi, namun ada riwayat bahwa Rasulullah s.a.w. menghitan Hasan dan Husain, cucu beliau pada umur 7 hari, begitu juga konon nabi Ibrahim mengkhitan putera beliau Ishaq pada umur 7 hari. Nabi Ibrahim a.s. mengkhitan puteranya,Nabi Ishak a.s.,saat usia 7 hari tetapi beliau mengkhitan puteranya yang pertama Nabi Ismail a.s.,di usia 13 tahun. Nabi Muhammad SAW,mengkhitan cucunya Hasan dan Husen pada hari ke-7 dari kelahirannya. Imam Hanafi berpendapat bahwa waktu yang tepat untuk khitan bias dilakukan setelah usia akil baligh,yaitu 9 tahun, 10 tahun atau pada saat anak dapat menahan rasa sakit. Sebagian pengikutnya berpendapat usia yang tepat adalah antara 7 sampai 10 tahun.
Imam Maliki berpendapat bahwa pada usia 7 tahun ketika seorang anak mulai diperintahkan untuk shalat maka ia dikhitankan untuk berkhitan,sedangkan setelah usia 10 tahun menjadi wajib huhkumnya sebagaimana halnya shalat. Menurut Mazhab Syafi’i ada dua pendapat waktu yang dikhitankan ,yaitu pada saat ini anak belum wajib untuk shalat dan setelah akil baligh (shalat menjadi wajib) maka khitan pun menjadi wajib pula. Yang dimaksudkan sunah pada mazhab ini tepatnya adalah hari ketujuh setelah anak lahir,dengan dalil hadis yang diriwayatkan al-Hakim dari ‘Aisyah r.a. bahwa Nabi Muhammad SAW mengkhitan Hasan dan Husen pada hari ketujuh setelah kelahirannya. Menurut Mazhab Hambali khitan itu wajib setelah usia akil baligh tetapi khitan pada usia dini lebih utama.
Syaukani dalam kitabnya nailul Author tidak mempunyai waktu tertentu, ia berkata : "Sesungguhnya masa melakukan khitan itu tidak dibatasi dengan waktu tertentu, pendapat ini adalah pendapat Jumhur ulama , dan tidak pula diwajibkan waktu kecil. Kesimpulan dari berbagai pendapat di atas adalah khitan hukumnya wajib bagi laki-laki yang telah baligh,sunah bagi laki-laki yang belum akil baligh dan perempuan.
G. BATAS PEMOTONGAN
Sesuai definisi,kulit yang dipotong hanyalah prepusium,yaitu kulit dan mukosa yang menutupi glans penis. Mazhab Hanafi,Maliki,Syafi’i,dan Hambali semuanya sepakat bahwa yang dipotong adalah semua kulit yang menutupi hasyafah [glans penis].
H. INDIKASI
Indikasi dibagi menjadi dua yaitu indikasi agama dan indikasi medis. Seringkali orangtua menginginkan anaknya untuk dikhitan atas dasar keinginan untuk menjalankan syariat agama. Namun demikian khitan juga direkomendasikan pada orang yang mengalami infeksi yang berulang pada penis ataupun urethra yang diakibatkan penumpukan smegma atau fimosis.
1. Agama
Seperti telah diuraikan di atas khitan wajib bagi laki-laki yang akil baligh .
2. Medis
Khitan diindikasikan untuk pencegahan penyakit ataupun penanggulangan kelainan yang berkaitan dengan adanya prepusium,antara lain :
a. Phimosis
Phimosis adalah suatu keadaan dimana kulit bagian luar tidak dapat ditarik sampai belakang glans penis. Pada anak laki-laki yang berusia kurang dari 4 tahun, keadaan ini normal; pada anak laki-laki yang lebih tua dan dewasa, kulit bagian luar dapat dengan mudah ditarik sampai korona (Oster, 1968). Phimosis biasanya tidak terasa nyeri tetapi dapat mengakibatkan sumbatan keluarnya urin dengan penggelembungan kulit bagian depan dan dapat mengakibatkan inflamasi kronis dan karsinoma. . Prepusium yang tidak dapat ditarik ke belakang ini dapat mengakibatkan peradangan dan fibrosis. Peradangan dan fibrosis yang berulang dapat mengakibatkan lubang prepusium yang makin menyempit sehingga dapat menyebabkan obstruksi air seni. Sekarang diketahui bahwa peradangan kronis pada prepusium merupakan predisposisi karsinoma glans penis.
b. Paraphimosis
Paraphimosis adalah suatu keadaan dimana kulit bagian luar tertarik dan tertinggal di belakang glans penis, menjepit glans dan menyebabkan pembengkakan pembuluh darah yang terasa nyeri dan edema. Phimosis seringkali iatrogenic dan seringkali terjadi setelah tenaga medis memeriksa penis atau memasukkan kateter uretra dan lupa mengembalikan kulit bagian luar ke posisi semula. Paraphimosis dapat menyebabkan pembengkakan yang membekas pada glans penis sehingga kulit bagian depan tidak dapat lagi ke depan, membutuhkan slit dorsal darurat atau sirkumsisi.
c. Pencegahan Tumor Ganas
Walaupun masih ada pertentangan akan manfaat khitan terhadap pencegahan tumor ganas tetapi pada penelitian didapatkan bahwa khitan dapat mencegah terjadinya akumulasi smegma yang mempunyai hubungan dengan terjadinya tumor ganas penis. Jenis tumor ganas terbanyak adalah squamous cell carcinoma. Menurut hasil statistik didapatkan bahwa karsinoma penis lebih banyak didapatkan pada penduduk yang tidak dikhitan dibandingkan dengan mereka yang dikhitan.
d. Condyloma Accuminata [veneral warts]
Adalah suatu kelainan kulit berupa vegetasi oleh human papiloma virus [HIV] tipe tertentu yang bertangkai dengan permukaan berjonjot. Khitan diperlukan untuk membuang kelainan kulit prepusium tersebut.
e. Lichen Sclerosus (Balanitis Xerotica Obliterans)
Liken sklerosus merupakan istilah yang digunakan pada apa yang sebelumya dikenal sebagai balanitis xerotika obliterans. Pada pemeriksaan histologi, penyakit ini ditandai dengan hiperkeratosis, homogenisasi kolagen pada papilla dermis yang berhubungan dengan edema stroma, dan infiltrasi limfositik. Jika hanya kulit bagian luar yang terkena, sirkumsisi mungkin dapat menyembuhkan
f. Zoon's balanitis
Zoon’s balanitis juga disebut plasma sel balanitis terjadi pada laki-laki yang tidak disirkumsisi yang berusia mulai dari decade ketiga (Pastar et al, 2004). Plak yang halus, lembab, eritem, berbatas tegas pada glans penis merupakan karakteristik penyakit ini
Erosi dangkal dapat juga terjadi (Yoganathan et al, 1994), dan lesinya dapat cukup besar (diameter lebih dari 2 cm) (Margolis, 2002). Karsinoma sel skuamosa dan penyakit paget ekstramammae harus disingkirkan, biasanya dengan biopsi. Sirkumsisi terbukti mencegah perkembangan penyakit ini dan dapat menyembuhkan pada sebagian besar kasus (Sonnex et al, 1982a; Ferrandiz dan Ribera, 1984).
Radiasi dapat dipertimbangkan setelah penggunaan krim 5fluorourasil tidak berhasil untuk mengobati karsinoma in situ. Sebelum terapi radiasi, sirkumsisi diperlukan untuk memaparkan lesi, memungkinkan resolusi pada setiap permukaan infeksi, dan untuk mencegah maserasi dan edema preputium.
g.Preputial Calculi
Kalkuli preputium terjadi kebanyakan pada negara yang belum berkembang. Insidensinya berbanding terbalik dengan standar kehidupan, jumlah industrialisasi, sehingga penyakit ini jarang di dunia barat. Kalkuli preputium terjadi terutama pada dewasa dan berhubungan dengan fimosis, higiene genital yang buruk, dan status sosial ekonomi yang rendah (Ellis et al, 1986).
Jika tidak diobati, kalkuli preputium dapat mengakibatkan angka kesakitan yang signifikan dengan inflamasi kronis dan pembentukan fistula urinarius. Infeksi akut diatasi sementara dengan pembuatan celah pada preputium bagian dorsal untuk drainase. Pengobatan definitf adalah dengan sirkumsisi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar